Dari Cibubur, Jakarta Timur, 20 ekor Ayam Cemani usia dua bulan diberangkatkan menuju Bojonegoro, Jawa Timur—pesanan dari Bapak Lugito yang telah lama menantikan kedatangannya. Di waktu yang hampir bersamaan, 4 ekor lainnya dikirim ke Kandang Haur, Indramayu, Jawa Barat, untuk seorang kolega yang sudah sejak lama menjaga silaturahmi, tanpa pamrih, tanpa agenda tersembunyi.
Setiap ekor yang dikemas untuk perjalanan bukan sekadar komoditas. Di balik kotak kardus dan sirkulasi udara yang disesuaikan, tersimpan harapan agar semua tiba dengan selamat, disambut dengan baik, dan membawa keberkahan ke tempat yang baru. Ada niat baik yang tersembunyi dalam tiap tindakan. Karena setiap perbuatan, cepat atau lambat, akan kembali pada diri sendiri. Apa yang dilakukan hari ini, akan datang kembali entah dalam bentuk apa dan kapan.
![]() |
Ayam Cemani Ke Bojonegoro Dan Kandang Haur |
Ayam Cemani: Lebih dari Sekadar Warna Hitam
Ayam Cemani bukan unggas biasa. Warna hitam legam dari kepala hingga kuku kakinya menyiratkan karakter dan kekuatan. Lebih dari sekadar eksotisme, Ayam Cemani telah lama dipercaya membawa nilai spiritual, simbol kekuatan batin, dan daya tarik yang menyentuh sisi terdalam budaya Nusantara. Setiap ekornya menyimpan cerita. Bukan hanya soal bentuk atau harga, tetapi juga warisan—nilai, simbol, dan keyakinan yang terus hidup dari generasi ke generasi.
Setiap pengiriman Ayam Cemani bukan sekadar pertukaran barang. Ada kepercayaan yang terlibat. Ada rasa saling menghargai yang terbangun dari komunikasi yang jujur dan niat yang tidak dibuat-buat. Tidak perlu sorotan publik atau validasi dari luar. Cukup dengan menjaga proses agar tetap bersih, ikhlas, dan bermakna.
Dari Cibubur ke Bojonegoro dan Indramayu: Perjalanan yang Membawa Nilai
Tujuan pengiriman kali ini bukan kota besar yang penuh gemerlap, melainkan tempat-tempat yang menjaga kesederhanaan dan ketenangan. Bojonegoro dan Indramayu bukan hanya lokasi, tetapi ruang bagi benih kebaikan untuk tumbuh. Dan setiap langkah kecil menuju tempat-tempat ini adalah bagian dari perjalanan panjang yang telah dimulai sejak dulu—dengan tekad, dengan harapan, tanpa tergesa-gesa.
Tak perlu pengakuan. Tak perlu janji-janji kosong. Niat baik tidak perlu panggung. Ia berjalan sendiri, diam-diam, tapi pasti. Yang terpenting bukan seberapa cepat hasil datang, tapi seberapa dalam jejak yang ditinggalkan.
Segala yang Ditanam Akan Kembali
Dalam hidup, tidak ada yang benar-benar hilang. Apa yang dilakukan dengan tulus akan menemukan jalannya untuk kembali, dalam bentuk yang tak selalu bisa diprediksi. Mungkin lewat pertemuan baru. Mungkin lewat kepercayaan yang datang tiba-tiba. Atau mungkin hanya lewat ketenangan batin yang tak bisa dibeli.
Setiap tindakan adalah benih. Jika hari ini masih belum terlihat hasilnya, bukan berarti sia-sia. Ia hanya sedang tumbuh di bawah permukaan. Dan ketika saatnya tiba, yang dituai bukan hanya buah, tapi juga pelajaran.
Untuk yang hari ini sedang menanam—lanjutkan. Untuk yang sedang menunggu hasil—bersabarlah. Untuk yang sedang menuai—semoga terus diberikan kekuatan untuk berbagi. Karena dalam berbagi, keberkahan justru dilipatgandakan.
Terima Kasih yang Tak Terucap Tapi Terasa
Ucapan terima kasih bukan hanya keluar dari mulut, tapi dari tindakan yang nyata. Terima kasih kepada yang percaya, bahkan ketika belum pernah bertemu. Terima kasih kepada yang menjaga hubungan, meski tak selalu ada urusan. Terima kasih kepada yang tidak bertanya "untuk apa?", tapi tetap mendukung.
Perjalanan ini belum selesai. Dan mungkin tidak akan pernah benar-benar selesai. Karena selama masih ada niat baik, selama masih ada tangan yang terbuka untuk memberi dan hati yang terbuka untuk menerima, langkah akan terus berjalan.
Posting Komentar